BANDUNG, 23 April 2025 – Fakultas Desain Komunikasi Visual (FDKV) Universitas Widyatama menggelar Eksebisi Budaya 2025 yang bertajuk “Merayakan Keberagaman Melalui Dialog, Film, dan Pengetahuan” pada Rabu, 23 April 2025. Acara yang berlokasi di ruang seminar Gedung A Universitas Widyatama ini menjadi wadah diskusi interaktif bagi mahasiswa, seniman, dan akademisi untuk membahas strategi pelestarian kekayaan budaya nasional, khususnya di tengah tantangan era digital. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kecintaan generasi muda terhadap warisan leluhur yang terancam punah.
Strategi Pelestarian di Era Digital
Sesi pertama Eksebisi Budaya 2025 berfokus pada diskusi mendalam mengenai “Strategi Pelestarian Budaya di Era Digital”. Diskusi ini menghadirkan pembicara kunci seperti Rektor Widyatama, Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum., dan Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISBI, Dr. Ismet Ruchimat, S.Sen, M.Hum. Mereka menyoroti urgensi penyelamatan aset budaya bangsa yang semakin terkikis oleh zaman. Kolaborasi antara institusi pendidikan, budayawan, dan pemerintah dinilai sebagai langkah krusial untuk menjaga eksistensi budaya.
Ritchie Ramadhan, alumni FDKV Widyatama sekaligus produser film, menjelaskan latar belakang acara ini. “Latar belakang acara ini sebetulnya lebih ingin mengenalkan bahwa budaya kita itu sangat kaya tapi banyak yang tidak diketahui. Ini adalah bagian kampanye atau sosialisasi bahwa kita punya kekayaan budaya seperti Gamelan Sari Oneng Parakansalak yang banyak orang tidak tahu,” ujarnya. Ritchie juga mengutip pernyataan rektor mengenai data yang mengkhawatirkan. “Seperti yang tadi Pak Rektor ungkapkan, dari 300 budaya yang terklasifikasi, itu sudah rata-rata hilang dan cuma tinggal sisa 30,” tambahnya dengan nada prihatin.
Dialog Budaya Film dan Pengetahuan
Memasuki sesi kedua, acara beralih ke ranah yang lebih teknis dengan pembahasan yang menghubungkan budaya dengan industri kreatif. Sesi ini diisi oleh para praktisi andal di bidangnya, yaitu Fery Bastian selaku sutradara film, Jodi Handoyo sebagai komposer musik, dan IGN Wisnu S., S.T., M.Sn., seorang dosen FDKV. Diskusi ini membuka wawasan peserta tentang bagaimana elemen budaya tradisional dapat diadaptasi menjadi karya kontemporer seperti film dan musik tanpa kehilangan esensinya.
Para narasumber berbagi pengalaman tentang proses kreatif mereka dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya ke dalam karya modern. Hal ini menjadi bukti bahwa pelestarian budaya tidak selalu bersifat konvensional, tetapi juga dapat dilakukan melalui medium populer yang relevan dengan generasi muda. Dengan demikian, budaya tidak hanya dilihat sebagai artefak masa lalu, melainkan sebagai sumber inspirasi yang hidup dan dinamis dalam perkembangan industri kreatif masa kini.
Suara Mahasiswa Tergugah Lestarikan Budaya
Dampak positif dari Eksebisi Budaya 2025 sangat dirasakan oleh para mahasiswa yang hadir. Antusiasme mereka terlihat jelas dari tanggapan yang diberikan setelah acara selesai. Jasmine, seorang mahasiswi prodi Multimedia DKV Universitas Widyatama, mengaku mendapatkan perspektif baru. “Hal yang menarik bagi aku dan berkesan, jadi kita tahu asal mula gamelan. Ternyata seorang komposer bisa terinspirasi dari gamelan dalam membuat musik. Aku jadi lebih terdorong untuk bisa ikut melestarikan budaya dengan cara aku sendiri,” ungkapnya.
Senada dengan Jasmine, mahasiswi lainnya, Saneta, juga merasa pengetahuannya bertambah. “Kalau aku sendiri sih jadi lebih tahu tentang persoalan gamelan. Tidak hanya sekadar karya musik karawitan yang kita ketahui selama ini,” tuturnya. Pengalaman ini menunjukkan bahwa acara tersebut berhasil mencapai tujuannya untuk tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga membangkitkan kesadaran dan motivasi personal di kalangan mahasiswa untuk berperan aktif dalam pelestarian budaya Sunda dan Indonesia pada umumnya.
Sebagai kesimpulan, acara ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak. Seperti yang ditegaskan oleh Ritchie Ramadhan, warisan budaya seperti Gamelan Sari Oneng Parakansalak merupakan kekayaan tak ternilai yang bisa lenyap jika diabaikan. “Gamelan Sari Oneng Parakansalak juga sebagai bentuk kebendaan kekayaan kultur kita yang mungkin terancam hilang kalau kita tidak mengetahuinya,” tutupnya. Harapannya, Eksebisi Budaya 2025 ini menjadi percikan api yang menyulut gerakan pelestarian budaya yang lebih besar, terutama yang dimotori oleh generasi muda sebagai pewaris masa depan bangsa.